Tiba di Riangsunge, ada sebuah momen menarik hari itu. Seekor penyu hendak dilepaskan oleh masyarakat setempat ke tengah laut. Penyu ini ukurannya cukup besar. Saya sempat mengukurnya, enam jengkal jari orang dewasa panjangnya. Kata seorang warga di sana penyu ini kemungkinan hendak bertelur di pantai ini. “Mungkin karena banyak orang, dia tidak jadi bertelur,” tambahnya.
Penyu
yang malang memang. Kami sempat berpose di sana, meski penyunya tidak tahu
apa-apa soal selfie. Hhe.
Profauna
menyebutkan di dunia ada 7 jenis penyu dan 6 diantaranya terdapat di Indonesia.
Jenis penyu yang ada di Indonesia adalah Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu
sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu
belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu pipih (Natator depressus) dan Penyu
tempayan (Caretta caretta). Penyu belimbing adalah penyu yang terbesar dengan
ukuran panjang badan mencapai 2,75 meter dan bobot 600 - 900 kilogram.
Sedangkan penyu terkecil adalah penyu lekang, dengan bobot sekitar 50 kilogram.
Semua
jenis penyu laut di Indonesia telah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Ini
berarti segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup, mati maupun
bagian tubuhnya itu dilarang. Menurut Undang Undang No 5 tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pelaku perdagangan (penjual
dan pembeli) satwa dilindungi seperti penyu itu bisa dikenakan hukuman penjara
5 tahun dan denda Rp 100 juta. Pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya
diperbolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan
jenis satwa yang bersangkutan.
Masih
menurut seorang warga di sana, sudah tiga kali penyu datang bertelur di sini.
Telur penyu lalu diambil dan ditetaskan dengan bantuan sekelompok masyarakat
yang sudah menguasai hal ini. “Pak Bupati pun pernah melepaskan secara resmi
anak penyu atau tukuk itu beberapa waktu yang lalu di sini,” sambungnya.
Sebuah
kesempatan berharga bisa menyaksikan penyu besar ini secara langsung. Setelah
dilepas, dengan instingnya, penyu ini pun mengayuh-ayuh keempat kakinya di atas
pasir menuju laut lepas. Gerakannya cepat, seolah tidak mau berlama-lama
berurusan dengan manusia. Kami menikmati momen-momen langka ini saat penyu itu
masuk ke dalam laut dan berenang hingga hilang ditelan ombak biru di
Riangsunge.
Ini
mungkin menjadi pemandangan yang menyenangkan, namun di sisi lain, bisa jadi
kesempatan yang tersia-siakan, bahwa penyu itu pergi bersama ratusan anak penyu
yang sudah siap ditelurkan di dalam perutnya. Semoga saja anak-anaknya dapat
ditelurkan, entah di manapun dia bertelur.
Kembalilah
lagi, penyu yang cantik. Riangsunge menunggumu dengan cinta. (Teks: Bery
Waibalun)
Foto: Disparbud Flores Timur |
Foto: Disparbud Flores Timur |